Waspada, Penurunan Daya Beli Berpotensi Tambah Jumlah Pengangguran di Indonesia
ADVERTISEMENT Akademisi Universitas Cenderawasih, Prof Dr Elsyan Rienette Marlissa menyebut bahwa menurunnya daya beli masyarakat dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya pengangguran.Dia menjelaskan, jika penurunan daya beli masyarakat terus berlangsung dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya pengangguran karena para pengusaha mengurangi pekerjanya, karena menurunnya pendapatan perusahaan. "Untuk mengatasi hal itu maka perlu peran serta pemerintah, misalnya dengan tidak menaikkan
Akademisi Universitas Cenderawasih, Prof Dr Elsyan Rienette Marlissa menyebut bahwa menurunnya daya beli masyarakat dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya pengangguran.
Dia menjelaskan, jika penurunan daya beli masyarakat terus berlangsung dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya pengangguran karena para pengusaha mengurangi pekerjanya, karena menurunnya pendapatan perusahaan.
“Untuk mengatasi hal itu maka perlu peran serta pemerintah, misalnya dengan tidak menaikkan pajak sehingga diharapkan dapat kembali meningkatkan daya beli masyarakat, sekaligus menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja,” kata Prof Dr Elsyan Rienette Marlissa dikutip dari laman Antara, Kamis (10/10).
Guru Besar Fakultas Ekonomi Uncen ini mengakui, banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan daya beli masyarakat, di antaranya, menurunnya pendapatan sehingga masyarakat harus menentukan skala prioritas baik untuk belanja barang maupun jasa.
“Masyarakat saat ini harus pintar mengelola keuangan mereka agar semua kebutuhan keluarga terpenuhi,” kata dia.
Ketua Assosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Papua, Harris Manuputty mengakui, saat ini daya beli masyarakat khususnya di Kota Jayapura mengalami penurunan.
Penurunan daya beli masyarakat hingga berdampak pada pendapatan para pengusaha ritel.
“Para pengusaha ritel yang tergabung dalam Aprindo Papua memang melaporkan penurunan daya beli masyarakat yang terjadi sejak awal tahun 2024, dan penurunan itu berkisar antara 10-20 persen penyebabnya diduga akibat pendapatan masyarakat.
Masyarakat tetap berbelanja kebutuhan namun dengan skala prioritas dan mencari harga yang lebih murah, misalnya kebutuhan minyak goreng sebulan membutuhkan lima liter, maka jumlahnya tetap namun yang dibeli harganya relatif lebih murah.
Temuan Sri Mulyani soal Penurunan Daya Beli Masyarakat
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa indikasi pelemahan daya beli masyarakat perlu dikaji dari berbagai indikator.
“Indikator daya beli masyarakat kita harus lihat banyak hal,” kata Sri Mulyani di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (4/10).
Salah satu indikator yang sering digunakan adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Menurut dia, selama tidak ada koreksi yang tajam, maka aktivitas perekonomian masih cukup konstan dan stabil.
Adapun berdasarkan files Financial institution Indonesia (BI), IKK Agustus 2024 tercatat sebesar 124,4, lebih tinggi dibandingkan 123,4 pada bulan sebelumnya. Peningkatan IKK didukung oleh Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) yang tetap optimis dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang menguat, masing-masing 114,0 dan 134,9.
Lebih lanjut, soal pergeseran kelas menengah, menurutnya pergeseran kelas itu tidak hanya terjadi pada satu kelompok.
Meski kelas menengah mengalami penurunan jumlah hingga mencapai 9,forty eight juta orang, namun kelompok miskin juga mencatatkan penurunan. Sementara kelas rentan miskin menunjukkan peningkatan.
“Jadi, kami melihat ada dua indikator, yang miskin naik, tapi yang kelas menengah turun. Penurunan kelas menengah biasanya karena inflasi. Dengan inflasi tinggi, maka garis kemiskinan naik, dan mereka tiba-tiba jatuh ke bawah,” kata Menkeu.
Kendati begitu, Sri Mulyani memastikan pihaknya tetap mendengarkan aspirasi masyarakat, misalnya soal pemutusan hubungan kerja (PHK).
Terkait hal itu, dia menyebut akan mencari peluang serapan tenaga kerja. Sebagai contoh, banyak dana aliran masuk asing (foreign command funding/FDI) pada sektor hilirisasi dan sektor teknologi terus bertumbuh. Maka, kedua sektor ini bisa didorong untuk menciptakan banyak lowongan pekerjaan.
“Kita akan terus memperhatikan agar masyarakat yang paling rentan mendapat dukungan, apakah itu dalam bentuk bantuan sosial atau pelatihan. Di sisi lain, bisa memperbaiki iklim investasi sehingga muncul lapangan kerja baru,” tuturnya.