Sejarah, MadiunDaily,- Kota Madiun, dengan segala peninggalan sejarahnya, menyimpan kisah panjang tentang pergantian pemerintahan, perjuangan, dan akhirnya, terbentuknya kota yang kita kenal sekarang. Jejak sejarah ini dapat ditelusuri melalui berbagai artefak, adat istiadat, dan lembaga pemerintahan yang masih ada hingga saat ini.
Masa-masa Awal:
Di masa pemerintahan Kesultanan Mataram, wilayah Kota Madiun memiliki dua kelurahan yang memegang status tanah pardikan: Taman dan Kuncen. Kedua kelurahan ini memiliki otonomi dalam mengurus pemerintahannya sendiri.
Sebelum era Mataram, wilayah Madiun Selatan di masa akhir Majapahit pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Gagelang, yang didirikan oleh Adipati Gugur Putra, putra terakhir Brawijaya.
Pergeseran Pusat Pemerintahan:
Mengingat faktor geografis dan ekonomi, pusat pemerintahan kemudian berpindah ke utara, di pinggiran Bengawan Madiun. Lokasi ini dikenal sebagai Kutho Miring, yang sekarang berada di wilayah Kelurahan Demangan. Selanjutnya, pusat pemerintahan kembali bergeser ke kompleks Rumah Dinas Bupati Madiun yang kita kenal sekarang.
Berdirinya Kota Madiun:
Pada masa pemerintahan Kutho Miring, wilayah Kabupaten Sawo Ponorogo mengalami pemberontakan terhadap Kerajaan Mataram. Bupati Madiun, yang juga merupakan Bupati Mancanegara Timur dengan gelar Ronggo, mendapat tugas untuk memadamkan pemberontakan tersebut.
Di masa kepemimpinan Ronggo II, yang bergelar Ronggo Prawirodirjo, lahirlah pahlawan nasional Putra Madiun, Pangeran Diponegoro, yang bernama asli Ali Basah Sentot Prawirodirjo. Beliau menjabat sebagai Senopati Perang dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda.
Sebelum meletus Perang Diponegoro, Madiun belum pernah dijamah oleh orang Belanda. Namun, setelah perang berakhir, Belanda menyadari potensi wilayah Madiun dan secara resmi menguasai kota ini pada 1 Januari 1832. Pemerintahan Hindia Belanda mendirikan tatanan pemerintahan baru dengan status Karesidenan, berpusat di Desa Kartoharjo, dekat dengan istana Kabupaten Madiun di Desa Pangongangan.
Era Kolonial dan Lahirnya Kota Praja Madiun:
Sejak saat itu, banyak warga Belanda dan Eropa datang ke Madiun, terutama untuk bekerja di perkebunan dan industri, seperti perkebunan teh di Jamus dan Dungus, perkebunan kopi di Kandangan, dan perkebunan tembakau di Pilangkenceng. Mereka menetap di sekitar Istana Residen Madiun.
Merasa superior, warga Belanda dan Eropa menerapkan segregasi sosial berdasarkan Inland-sche Gementee Ordonantie. Pada tanggal 20 Juni 1918, berdasarkan Staatsblaad tahun 1918 nomor 326, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Staads Gementee Madiun atau Kota Praja Madiun.
Awalnya, Walikota (Burger-meester) dijabat oleh Asisten Residen yang merangkap sebagai Voor Setter. Ir. W.M. Ingenlijf menjadi Walikota pertama, kemudian digantikan oleh De Maand hingga tahun 1927.
Daftar Walikota Madiun:
Berikut daftar Walikota Madiun yang pernah memimpin kota ini sejak tahun 1927 hingga saat ini:
- K.A. Schotman
- Boerstra
- Van Dijk
- Ali Sastro Amidjojo
- Mr. R.M. Soebroto
- R. Soesanto Tirtoprodjo
- Soedibjo
- R Poerbo Sisworo
- Soepardi
- Mochammad (1948 dari Siliwangi)
- M. Soediono
- Singgih
- Moetoro
- Moestadjab
- Roeslan Wongsokoesoemo
- Soepardi
- Soemadi
- Soebagjo
- Walikota R. Roekito, BA
- Imam Soenardji (13-11-1968 s/d 19-01-1974)
- Achmad Dawaki, BA (19-01-1974 s/d 20-01-1979)
- Marsoedi (20-01-1979 s/d 20-01-1984)
- Marsoedi (20-10-1984 s/d 20-01-1979)
- Masdra M. Jasin. (20-01-1994 s/d 20-01-1994)
- Bambang Pamoedjo (20-01-1994 s/d 20-01-1999)
- H. Achmad Ali (20-01-1999 s/d 20-10-2004)
- Koko Raya, S.H, M.Hum (29-04-2004 s/d 29-04-2009), Gandhi Yuninta, SH, M.Hum (Wakil Walikota 29-04-2004 s/d 29-04-2009)
- H. Bambang Irianto, SH, MM (29-04-2009 s/d 29-04-2019), H. Sugeng Rismiyanto, SH, M.Hum (29-04-2009 Wakil Walikota 2009 s/d 29-04-2019)
- Dr. Drs. H. Maidi, S.H, M.M, M.Pd (29-04-2019 s/d Sekarang), Inda Raya Ayu Miko Saputri, S.E, MIB (Wakil Walikota 29-04-2019 s/d 2024)
Arti Lambang Kota Madiun:
Lambang Kota Madiun mencerminkan sejarah dan semangat kota ini. Perisai hijau tua melambangkan perlindungan dan kesejahteraan. Dua gunung, sungai, langit cerah, dan tanah subur menunjukkan letak Kota Madiun yang subur di antara gunung Lawu dan Wilis, dengan aliran Bengawan Madiun.
Lima batu merah pada fondamen lambang melambangkan dasar pemerintahan yang demokratis berdasarkan Pancasila. Tugu putih melambangkan persatuan dan pengabdian. Keris Pusaka Tundung Madiun melambangkan kejayaan, kepribadian, dan penolak bahaya. Padi dan kapas kuning emas melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan.
Warna-warna pada lambang memiliki makna tersendiri: hijau tua dan hijau muda melambangkan kesuburan, kuning dan kuning emas melambangkan kebesaran, biru melambangkan ketentraman, putih melambangkan kesucian, merah melambangkan keberanian, dan hitam melambangkan keabadian.
Lambang Kota Madiun secara keseluruhan menggambarkan pemerintahan daerah yang demokratis, penuh kesetiaan, keberanian, dan kesucian, yang melindungi rakyatnya, mengabdi dengan semangat proklamasi 17 Agustus 1945, dan berjuang untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila. (*)